Senin, 02 Mei 2011

PEMERIKSAAN OSTEOPOROSIS

Apa itu Osteoporosis?
Osteoporosis adalah penyakit di mana tulang rapuh dan mudah patah, Hal ini terjadi akibat pembentukan tulang tidak sempurna dan kehilangan struktur tulang itu sendiri. Penyakit ini termasuk penyakit yang tiba tiba dan tidak pernah diharapkan oleh periderita. Satu satunya cara adalah dengan pencegahan dengan mengetahui dari hasil pemeriksaan kesehatan kita.

Bagaimana terjadinya?
Kekompakan tulang kita secara maksimum terbentuk pada usia 30 tahun, dan lama kelamaan kekompakan itu berangsur menurun setelah di atas 30 tahun. Terutama untuk wanita wanita yang mengalami, menopause biasanya sejalan dengan berkurangnya tingkat hormon estrogen di dalam tubuh.
Secara eksponensial peningkatan hilangnya masa tulang sesudah menopause akan berakibat Iangsung dengan peningkatan kecenderungan patah tulang. Usia akan berpengaruh pada deposisi tulang dan penyerapan kalsium sehingga mempercepat rapurnya tulang. Artinya semakin tua seseorang maka kecenderungan terkena osteoporosis akan meningkat biasanya penyakit ini disebut juga dengan penyakit tua.

Siapa saja yang memerlukan dan bagaimana pemeriksaannya?
Khususnya untuk wanita Asia sesudah menopause. Alat pemeriksaan sederhana dalam mengetahui adanya osteoporosis yang disebut Osteoporosis Self-Assessment Tool far Asians (OSTA).

Bila diperhatikan pada tabel 1 terlihat apabila anda ada pada titik kategori yang beresiko tinggi, pengukuran densitas tulang sangat dianjurkan. Bila pada keadaan resiko yang medium di anjurkan untuk melakukan evaluasi bersama dengan dokter untuk tindakan pencegahan, sedangkan untuk yang lainnya bisa di lihat berdasarkan pengukuran densitas tulang yang di anjurkan.

Seberapa besar masalahnya?
Bila kita mengukur densitas tulang wanita kulit putih usia di atas 40 tahun ditemukan 26% to 32% dari mereka mempunyai tulang belakang, panggul atau pergelangan tangan yang rapuh. 17.5% kebanyakan mengalami cedera pada tulang panggul, 15.6% pada tulang belakang dan ini bertolak belakang dengan pria di mana hanya 6% yang menderita cedera panggul dan 5.6% terkena cedera tulang belakang.
Pada tahun 1990 hampir 400.000 wanita Asia menderita patah tulang panggul. Diperkirakan di tahun 2025 jumlah penderita tulang tersebut akan membengkak se besar 1.2 juta.
Dengan meningkatnya jumlah usia tua di Asia, diperkirakan di tahun 2050 hampir 51.1% wanita Asia akan menderita patah tulang panggul.

Siapa saja yang beresiko terkena osteoporosis?
1. Riwayat sebelumnya di mana pernah terjadi patah tulang menjelang dewasa.
2. Perokok dan Pemabuk
3. Wanita dengan menopause awal (<45 tahun atau pada periode >1 tahun)
4. Penggunaan obat steroids, anticonvulsats, dan thyroid
5. Penyakit sepertinya hipertiroid, hiperparatiroid, hipoganadisma, rematoid arthiritis,       penyakit sumbatan paru yang kronis dan malabsorpsi.
6. Immobilisasi dalam jangka waktu lama.
7. Rendahnya konsumsi kalsium dan aktifitas fisik yang rendah.

Tulang yang mana yang mudah patah?
Patah atau fraktur osteoporosis sering terjadi pada pergelangan tangan atau kaku, panggul, punggung atau sering seluruh tulang menjadi rapuh. Patah panggul dan pergelangan biasanya berhubungan dengan kecelakaan, tetapi untuk tulang punggung akibat sering bersin atau batuk.

Bagaimana patah atau fraktur mempengaruhi kita ?
Lepas dari masalah nyeri akibat patah tulang akibat osteoporosis, umumnya patah pada tulang belakang sering disebut "the dowager's hump", kelainan ini akan mengakibatkan rongga dada terdesak dan mengakibatkan sesak dalam bernafas.











Perubahan tulang belakang ini pun akan mengakibatkan kebengkokan dan mempengaruhi porsi tubuh dan kebanyakan 72% pasien patah tulang panggul akan mengalami kesulitan berjalan dan tidak pernah bisa berjalan kembali.

Prosedur pemeriksaan apa yang dibutuhkan?

Pemeriksaan dengan x-ray biasa saja kurang cukup dan tidak sensitif dalam mendiagnosa osteoporosis. Ada banyak cara dalam mengukur densitas tulang panggul dan punggung yang sering dilakukan adalah dengan cara dual x-ray absorptiometry (DEXA).
Teknik   lain   adalah    dengan ultrasound    dari   tumit atau    tibia,    energi tunggal x­ray absorptiometri yang disebut CT Scan, tetapi tidak seperti halnya dengan pemeriksaan DEXA.
Marker Tulang (Bone markers) seperti urinary pyridinium cross links dapat digunakan dalam merawat osteoporosis.

Bagaimana mencegah terjadinya osteoporosis?
Perubahan gaya hidup akan sangat mempengaruhi proses terjadinya osteoporosis untuk itu hindari merokok, alkohol dan mengkonsumsi minimum berkafein. Menurut penelitian di Singapore rata rata orang dewasa kurang mengkonsumsi kalsiumnya yaitu 500 mg/hari untuk 62% orang dewasa. Padahal kalsium sangat kaya terkandung di dalam produk ikan bilis, sardine, brokoli, bayam, kailan, kacang kacang dan lentil.
Menjaga berat badan dengan latihan jalan, lari atau latihan step dapat meningkatkan massa tulang. Namun demikian latihan rutin dan teratur tidak saja membantu meningkatkan massa tulang.tetapi juga dapat memperbaiki atau mempertahankan postur tubuh dan otot menjadi kuat.
Selain berolah raga hal yang terpenting dalam mencegah cidera tulang yaitu dengan menata perabotan rumah dengan sebaik baiknya. Terutama untuk orang tua, hindari perabotan rumahtangga yang sulit di jangkau. Contohnya letak telepon dan penyusunan karpet yang tidak rata untuk menghindari kecelakaan termasuk cahaya lampu yang baik.
Begitu pula dengan banyak mengkonsumsi obat obatan dalam jangka waktu yang lama akan merusak struktur tulang tubuh. Bila anda mendekati masa menopause, sebaiknya diperlukan mengkonsumsi hormon pengganti untuk pencegahan osteoporosis juga gejala menopause lainnya seperti berkeringat, pusing atau merasa panas di pipi.


Apakah pengobatannya apabila terkena?
Apabila terdiagnosa terkena osteoporosis ada berbagai macam pilihan pengobatannya yaitu pemberian bisphosphonates contohnya alendronate, risedronate terbukti dapat mengurangi patah tulang panggul dan punggung. Terapi hormon pengganti dapat digunakan, Raloxifene dimana mempunyai terdapat selektif estrogen reseptor modulator (SERM) dalam mencegah patahnya tulang belakang dan peningkatan kekompakan tulang. Suntikan parathyroid juga saat ini ditemukan cukup efektif. Alternatif lain dalam pengobatarn adalah pemberian calcitriol, alphacalcidol dan calcitonin. Pemilihan obat ini tergantung pada dokter yang merawatnya.
















 



Dr. Teo Sek Khee
MBBS (S'pore), MMed (Int Med) (S'pore), MRCP (UK), FRCP (Edin) FAMS
Konsultan Geriatrik dan Penyakit Dalam

MENGENAL SINDROMA USUS SENSISITIF (IBS)


Apakah Sindroma Usus Sensitif (IBS)?
                Sindroma usus sensitif yang selanjutnya disebut IBS adalah kondisi dimana organ tubuh sekitar perut terasa sakit, kembung dan juga adanya perubahan jadwal buang air besar yang disebabkan konstipasi atau diare. Gejala IBS dapat berbeda dari waktu ke waktu, tetapi rasa sakit pada perut, khususya dibagian usus biasanya selalu muncul dan dihubungkan dengan gerakan usus yang terganggu.
                IBS adalah gangguan pada fungsi gastrointestinal (FCID) karena gejalanya berupa ketidak-teraturan pada gerakan dan sensasi pada usus. Penyakit ini dapat terjadi tanpa disadari sang penderita, mulai dari yang ringan sampai yang parah dan biasanya penderita penyakit ini menangani masalahnya secara diam-diam kecuali rasa sakit yang diderita sudah sangat mengganggu aktivitas mereka. Meskipun IBS tidak berakibat kematian, pendarahan atau kanker usus yang dialami oleh individu dengan gejala ini akan menderita sepanjang hidupnya.  

Seberapa Seringka IBS Terjadi?
                Penelitian terakhir menunjukkan bahwa IBS menjadi masalah dari 10-15% penduduk Singapura. Dan dalam penelitian tersebut juga diketahui bahwa penderita IBS  rata-rata berusia 20-40 tahun, dan dapat mengenai siapa saja tidak perduli jenis kelamin, grup etnis tngkat pendidikan maupun penghasilan.

Tanda dan Gejala IBS
                Rutinitas buang air besar bervariasi bagi semua orang, tetapi biasanya setidak-tidaknya frekuensi normal adalah 3 kali sehari atau 3 kali seminggu. Kotoran yang normal adalah yang berbentuk tapi tidak keras, tanpa darah dan dikeluarkan tanpa rasa sakit. Seseorang dengan masalah IBS biasanya menderita sakit perut atau tidak nyaman, atau konstipasi atau diare yang dihubungkan dengan perut kembung, dan tidak selesainya seluruh kotoran dikeluarkan.
                Selama episode konstipasi, kotoran keluar dalam kondisi keras, kecil, sepeti batu kecil dan sulit keluar. Setiap kali kotoran berhasil keluar, perut menjadi lebih nyaman. Jika yang terjadi adalah diare, kotoran keluar dalam frekuensi tinggi tetapi dalam jumlah kecil, pencernaan berair tanpa darah tetapi kadang-kadang dengan mucus yang berlebihan. Diare seringkali terjadi karena stres atau berlebihan dalam mengkonsumsi makanan berkalori tinggi atau berkadar lemak yang tinggi. Ada juga yang mengalami konstipasi dan diare secara bergantian.
Seluruh gejala pada usus ini biasanya dimulai pada usia dewasa atau remaja dan sering terjadi beberapa kali dalam seminggu. Biasanya, gejala berkelanjutan dan kadang-kadang menghilang dengan sendirinya. Para penderita IBS yang akut biasanya dihubungkan pada kondisi depresi, gelisah dan serba salah. Beberapa penderita wanita dikabarkan juga memiliki kantung kemih yang sensitif dan sering buang air kecil, masa haid yang menyakitkan dan sering merasa ngilu dan kram seluruh tubuh.

Penyebab IBS
                IBS seringkali diangkap merupakan kondisi mental dari masalah psikomatis yang dihubungkan pada kurangnya stuktur yang baik pada usus. Meskipun begitu, dengan adanya urutan gerakan usus dan jalur saraf yang menghubungkan otak dan perut, IBS kemudian dipercaya terjadi karena gerakan usus yang terganggu, sensasi yang berubah pada area gastrointestinal dan terjadinya kekeliruan mengintepretasikan sinyal sensorimotor oleh otak.
                Gerakan usus yang terkoordinasi adalah fungsi harian yang penting untuk memastikan adanya jalur yang mulus untuk isi kandungan dan usus besar berjalan keluar dari tubuh. Fungsi yang penting ini diarahkan oleh otak melalui jutaan jaringan saraf yang dihubungkan sepanjang usus sehingga dapat mengendalikan kontraksi dan sensasi pada perut. Hal ini dipengaruhi oleh hormon yang bersirkulasi, unsur kimia pada perut, dan stimulasi fisik seperti keberadaan makanan pada sistem dan juga dapat disebabkan faktor lingkungan yang beraksi pada otak atau pada tingkat perut. Karena itu, faktor psikososial, diet atau infeksi pada perut di masa lampau dapat menyebabkan perubahan pada fungsi sensonimotor usus yang menimbulkan gejala IBS.


Oleh: Dr. Law Ngai Moh, Consultant Gastroenterologist, Raffles Hospital Singapore